Menteri PU Dorong Jaringan Irigasi Air Tanah di Gunungkidul

Senin, 06 Oktober 2025 | 14:14:09 WIB
Menteri PU Dorong Jaringan Irigasi Air Tanah di Gunungkidul

JAKARTA - Memaksimalkan potensi air tanah menjadi kunci pembangunan pertanian di wilayah tadah hujan. 

Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo menekankan pentingnya Jaringan Irigasi Air Tanah (JIAT) sebagai solusi bagi daerah seperti Gunungkidul, Yogyakarta, yang kerap menghadapi keterbatasan pasokan air selama musim kemarau.

“Kita sudah komit bersama Ibu Bupati untuk seluruh area Gunungkidul yang memiliki potensi air tanah memadai, kita akan bantu bangun beberapa titik tambahan jaringan irigasi air tanah secara bertahap, sekaligus memperhatikan kebutuhan jalan usaha tani agar akses petani ke lahan juga semakin mudah,” kata Dody.

Pembangunan JIAT merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk memastikan setiap tetes air dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. 

Dengan infrastruktur ini, petani tidak lagi bergantung sepenuhnya pada curah hujan, sehingga mereka dapat menanam lebih dari satu kali dalam setahun.

Fokus Pembangunan JIAT di Gunungkidul

Kabupaten Gunungkidul dipilih sebagai wilayah prioritas karena statusnya sebagai daerah tadah hujan. Salah satu proyek unggulan berada di Dukuh Bulak Blimbing, Kelurahan Karangrejek, Kapanewon Wonosari. 

Proyek ini menunjukkan bagaimana JIAT bisa meningkatkan produktivitas lahan melalui pemanfaatan air tanah secara berkelanjutan.

Pembangunan JIAT Blimbing dibiayai dari APBN sebesar Rp578 juta, dengan panjang saluran mencapai 172 meter dan luas layanan 14,5 hektar. 

Sistem ini dilengkapi pompa air tanah yang mengambil air dari sumur dalam sedalam 100 meter, jaringan distribusi sepanjang 4,67 km, serta rumah genset dan panel pompa untuk menjaga suplai air tetap stabil sepanjang tahun. Debit produksi tercatat mencapai 30 liter per detik.

Keberadaan JIAT Blimbing telah mampu meningkatkan luas tambah tanam (LTT) hingga 32 hektar. Dengan sistem ini, petani tidak hanya mendapatkan air lebih banyak, tetapi juga akses lebih mudah ke lahan mereka. Infrastruktur pendukung seperti jalan usaha tani turut dibangun agar distribusi hasil panen lebih efisien.

Dampak Positif JIAT bagi Petani

Dody Hanggodo menegaskan bahwa pembangunan JIAT tidak hanya soal distribusi air, tetapi juga soal transformasi wilayah menjadi kawasan produktif sepanjang tahun. “Ke depan, kita ingin Gunungkidul tidak lagi bergantung sepenuhnya pada hujan. Secara perlahan, seluruh wilayah akan berubah menjadi kawasan yang produktif,” ujarnya.

Sejak era 1980-an, sekitar 40 jaringan irigasi air tanah telah dibangun di Gunungkidul. Proyek baru seperti JIAT Blimbing menjadi bukti kesinambungan program Kementerian PU melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak dalam memanfaatkan potensi air bawah tanah.

Infrastruktur ini tidak hanya mendorong ketahanan pangan tetapi juga meningkatkan kesejahteraan petani. Dengan air yang stabil, tanaman dapat tumbuh lebih optimal, hasil panen meningkat, dan risiko gagal panen akibat musim kemarau dapat diminimalkan.

Sinergi Pemerintah Daerah dan Pusat

Keberhasilan proyek ini tak lepas dari kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah. Dody menyebut komitmen bersama Bupati Gunungkidul menjadi faktor penting. Penentuan lokasi, pengukuran potensi air tanah, serta perencanaan jaringan irigasi dilakukan secara matang agar program tepat sasaran.

Selain itu, pembangunan JIAT juga mempertimbangkan aksesibilitas. Jalan usaha tani dibangun bersamaan dengan jaringan irigasi untuk memastikan petani dapat menjangkau lahan tanpa hambatan, mempercepat distribusi hasil pertanian, dan mengurangi biaya logistik.

Manfaat Jangka Panjang

Keberadaan JIAT diproyeksikan memberi dampak jangka panjang bagi sektor pertanian Gunungkidul. Dengan sistem air tanah yang stabil, petani dapat merencanakan pola tanam lebih efisien, menanam tanaman dengan masa panen berbeda, serta meningkatkan ketahanan pangan lokal.

Selain itu, pemanfaatan air tanah yang terkelola baik juga mengurangi tekanan terhadap sumber air permukaan. Hal ini menjadi solusi adaptasi terhadap perubahan iklim, di mana curah hujan menjadi tidak menentu.

JIAT Blimbing juga menjadi model bagi pembangunan jaringan irigasi lain di Gunungkidul dan wilayah tadah hujan lainnya. Infrastruktur yang terencana dengan baik menunjukkan bahwa kombinasi teknologi, perencanaan matang, dan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah mampu menciptakan pertanian berkelanjutan.

Tantangan dan Strategi Pengembangan

Meski manfaatnya besar, pembangunan JIAT menghadapi tantangan teknis, seperti kedalaman sumur, kestabilan pompa, dan pemeliharaan jaringan distribusi. Oleh karena itu, Kementerian PU menekankan pentingnya pemeliharaan rutin dan pelatihan bagi petani lokal agar sistem dapat berfungsi optimal.

Ke depan, pengembangan JIAT juga akan memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Upaya konservasi tanah, pengelolaan sumber daya air, serta penggunaan energi terbarukan untuk pompa menjadi fokus agar pertanian tetap ramah lingkungan.

Dengan pendekatan ini, Gunungkidul diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah tadah hujan lain di Indonesia. Infrastruktur JIAT tidak hanya menjadi solusi teknis, tetapi juga transformasi sosial-ekonomi bagi masyarakat setempat.

Pembangunan Jaringan Irigasi Air Tanah di Gunungkidul menunjukkan bahwa pemanfaatan sumber daya lokal secara optimal dapat meningkatkan produktivitas pertanian. 

Kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah, perencanaan matang, serta perhatian pada keberlanjutan lingkungan menjadi kunci keberhasilan program ini. 

Dengan JIAT, wilayah tadah hujan dapat berubah menjadi kawasan pertanian yang produktif, mandiri, dan tangguh terhadap perubahan iklim.

Terkini