Indonesia Siap Pimpin Transformasi Energi Nuklir di ASEAN: Peluang, Tantangan, dan Strategi ke Depan

Senin, 23 Juni 2025 | 14:12:34 WIB
Indonesia Siap Pimpin Transformasi Energi Nuklir di ASEAN: Peluang, Tantangan, dan Strategi ke Depan

JAKARTA - Indonesia kini berada di titik kritis dalam lanskap energi Asia Tenggara. Ketika negara-negara ASEAN mulai kembali mempertimbangkan energi nuklir sebagai sumber daya alternatif di tengah lonjakan permintaan energi, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin kawasan dalam transisi menuju energi rendah karbon yang berkelanjutan dan stabil.

Permintaan Energi ASEAN Terus Meningkat
Menurut proyeksi regional, permintaan energi di kawasan Asia Tenggara diperkirakan akan meningkat lebih dari 60 persen hingga tahun 2040. Lonjakan ini tidak hanya menimbulkan tantangan dari sisi infrastruktur dan pasokan, namun juga memperbesar kebutuhan akan sumber energi yang tidak hanya andal tetapi juga ramah lingkungan.

Meskipun energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin menjadi primadona dalam agenda dekarbonisasi, sifat intermiten dari kedua sumber ini menuntut keberadaan sumber energi tambahan yang stabil dan dapat diandalkan. Energi nuklir, yang selama ini tertahan oleh ketakutan publik dan isu keamanan, kembali dilirik sebagai solusi jangka panjang yang rasional.

Kebangkitan Minat Nuklir di Kawasan
Sejumlah negara ASEAN mulai mengambil langkah strategis. Filipina menghidupkan kembali proyek Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Bataan yang sempat ditinggalkan, sementara Vietnam membuka kembali wacana energi nuklir setelah membekukan proyek nuklirnya pasca bencana Fukushima pada 2016.

Melihat tren ini, Indonesia perlu bertanya: apakah akan menjadi sekadar penonton, atau justru tampil sebagai pemimpin regional dalam transformasi energi masa depan?

Potensi Nuklir Indonesia Masih Terabaikan
Indonesia sebenarnya memiliki modal besar untuk masuk ke sektor energi nuklir. Cadangan uranium yang signifikan terdapat di Kalimantan, sementara pasir monasit di Bangka-Belitung kaya akan thorium—material alternatif yang sangat menjanjikan dalam reaktor generasi baru.

Sayangnya, potensi ini masih belum tergarap secara optimal. Hingga kini, Indonesia masih mengimpor bahan bakar fosil dalam jumlah besar. Pada 2023, impor tersebut mencapai nilai sekitar USD 20 miliar, suatu angka yang menunjukkan ketergantungan tinggi dan beban besar bagi neraca perdagangan energi nasional.

Inovasi Teknologi: Small Modular Reactor dan Geotermal
Salah satu peluang besar bagi Indonesia adalah memadukan potensi energi nuklir dengan kekayaan panas bumi nasional. Indonesia memiliki potensi geotermal terbesar kedua di dunia, dengan estimasi cadangan mencapai 23,9 gigawatt.

Integrasi reaktor modular kecil atau Small Modular Reactor (SMR) dengan pembangkit panas bumi menjadi skenario ideal. SMR memiliki keunggulan berupa desain kompak, efisiensi tinggi, produksi limbah rendah, serta fitur keselamatan pasif. Teknologi ini sangat cocok untuk negara kepulauan seperti Indonesia yang membutuhkan pembangkit terdesentralisasi namun tetap andal.

Hambatan Regulasi dan Persepsi Publik
Meskipun potensi dan teknologi sudah tersedia, implementasi energi nuklir komersial di Indonesia masih terkendala. Salah satu hambatan utama adalah ketidakjelasan regulasi serta kekhawatiran masyarakat terhadap risiko nuklir.

Masih kuat dalam ingatan publik tragedi Chernobyl dan Fukushima yang menjadi simbol bahaya dari teknologi nuklir. Kekhawatiran ini tidak sepenuhnya tidak berdasar, apalagi mengingat Indonesia merupakan wilayah rawan gempa.

Namun, dengan teknologi modern yang dirancang tahan gempa dan sistem pendingin pasif pada SMR, risiko dapat diminimalkan. Untuk itu, regulasi yang lebih terbuka, transparan, serta edukasi publik yang komprehensif sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat.

Kepemimpinan Indonesia di ASEAN
ASEAN saat ini belum memiliki kerangka kerja sama nuklir yang terintegrasi. Inilah kesempatan emas bagi Indonesia untuk menjadi pionir. Dengan pengalaman riset dari lembaga seperti BRIN (termasuk warisan dari BATAN), serta rekam jejak diplomasi internasional yang solid, Indonesia dapat menginisiasi kerangka kerja regional.

Salah satu usulan yang patut dipertimbangkan adalah pembentukan Piagam Risiko dan Etika Nuklir ASEAN yang mengatur standar keselamatan, pelatihan, dan etika penggunaan energi nuklir. Selain itu, pendirian pusat pelatihan nuklir regional akan memperkuat kapasitas sumber daya manusia serta menjadi ajang pertukaran teknologi dan informasi antar negara ASEAN.

Sinyal Kesiapan Pemerintah
Pertemuan Presiden RI dengan sejumlah perusahaan energi internasional pada awal 2025 menjadi indikasi awal bahwa pemerintah membuka diri terhadap kemitraan global dalam pengembangan energi nuklir. Selain itu, kerja sama terbaru BRIN dengan institusi nuklir luar negeri menunjukkan bahwa kesiapan teknologi dan pengetahuan sudah mulai dibangun.

Langkah ini harus segera diperkuat dengan strategi nasional yang jelas: regulasi yang ramah investasi, insentif bagi riset nuklir, serta roadmap implementasi PLTN dan SMR di titik-titik strategis tanah air.

Edukasi Publik: Kunci Penerimaan Nuklir
Keberhasilan program energi nuklir tidak hanya ditentukan oleh teknologi dan infrastruktur, tapi juga penerimaan publik. Kampanye edukasi yang intensif harus dilakukan, dimulai dari kurikulum sekolah hingga diskusi publik dengan komunitas lokal di daerah calon lokasi reaktor.

Transparansi dalam manajemen limbah radioaktif, simulasi keamanan terbuka, dan pemberdayaan masyarakat sekitar fasilitas nuklir adalah langkah-langkah penting untuk mendapatkan dukungan sosial yang luas.

Penutup: Momentum Harus Dimanfaatkan Sekarang
Transformasi energi ASEAN ke depan akan melibatkan nuklir dalam komposisinya, cepat atau lambat. Pertanyaannya bukan lagi “apakah”, tetapi “siapa yang akan memimpin?”. Indonesia memiliki semua yang dibutuhkan: cadangan energi, keahlian teknis, potensi geopolitik, dan peluang teknologi. Namun, momentum ini tidak akan datang dua kali.

Jika Indonesia mampu mengintegrasikan strategi nuklir dengan diplomasi regional dan edukasi publik, bukan mustahil peran Indonesia di ASEAN tak hanya sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, tapi juga sebagai mercusuar energi masa depan Asia Tenggara.

Terkini